a. latar belakang pembentukan OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan baik di sektor perbankan, pasar modal, dan sektor jasa keuangan non-bank seperti Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
Secara lebih lengkap, OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 tersebut.
Tugas pengawasan industri keuangan non-bank dan pasar modal secara resmi beralih dari Kementerian Keuangan dan Bapepam-LK ke OJK pada 31 Desember 2012. Sedangkan pengawasan di sektor perbankan beralih ke OJK pada 31 Desember 2013 dan Lembaga Keuangan Mikro pada 2015.
b. tujuan pembentukan
OJK
Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK menyebutkan bahwa OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel dan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat.
Dengan pembentukan OJK, maka lembaga ini diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan secara menyeluruh sehingga meningkatkan daya saing perekonomian. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional. Antara lain meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. OJK dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness).
Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK menyebutkan bahwa OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel dan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat.
Dengan pembentukan OJK, maka lembaga ini diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan secara menyeluruh sehingga meningkatkan daya saing perekonomian. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional. Antara lain meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. OJK dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness).
c.
visi dan misi OJK
Visi OJK adalah menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.
Misi OJK adalah:
Visi OJK adalah menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.
Misi OJK adalah:
a. Mewujudkan terselenggaranya seluruh
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan,
dan akuntabel;
b. Mewujudkan sistem keuangan yang
tumbuh secara berkelanjutan dan stabil serta;
c. Melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat.
d. fungsi, tugas, dan
wewenang OJK
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
Sementara berdasarkan pasal 6 dari UU No 21 Tahun 2011, tugas utama dari OJK adalah melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal;
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Adapun wewenang yang dimiliki OJK adalah sebagai berikut:
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
Sementara berdasarkan pasal 6 dari UU No 21 Tahun 2011, tugas utama dari OJK adalah melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal;
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Adapun wewenang yang dimiliki OJK adalah sebagai berikut:
a. Terkait Khusus Pengawasan
dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi:
·
Perizinan
untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja,
kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger,
konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
·
Kegiatan
usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan
aktivitas di bidang jasa;
·
Pengaturan
dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum
pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan pencadangan bank;
laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi
debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank;
·
Pengaturan
dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: manajemen risiko;
tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti-pencucian uang; dan
pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; serta pemeriksaan
bank.
b. Terkait Pengaturan
Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) meliputi:
·
Menetapkan
peraturan dan keputusan OJK;
·
Menetapkan
peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
·
Menetapkan
kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
·
Menetapkan
peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa
Keuangan dan pihak tertentu;
·
Menetapkan
peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada lembaga jasa
keuangan;
·
Menetapkan
struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan
menatausahakan kekayaan dan kewajiban;
·
Menetapkan
peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
c. Terkait pengawasan
lembaga jasa keuangan (bank dan non-bank) meliputi:
·
Menetapkan
kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
·
Mengawasi
pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
·
Melakukan
pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen dan tindakan lain
terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan atau penunjang kegiatan jasa
keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan;
·
Memberikan
perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan atau pihak tertentu;
·
Melakukan
penunjukan pengelola statuter;
·
Menetapkan
penggunaan pengelola statuter;
·
Menetapkan
sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
·
Memberikan
dan atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan
pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha,
pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.
5. Nilai-nilai OJK
a. Integritas
Bertindak objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik dan
kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen.
b. Profesionalisme
Bekerja dengan penuh tanggung jawab berdasarkan kompetensi yang tinggi
untuk mencapai kinerja terbaik.
c. Sinergi
Berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal maupun
eksternal secara produktif dan berkualitas.
d. Inklusif
Terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta memperluas
kesempatan dan akses masyarakat terhadap industri keuangan.
e. Visioner
Memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat kedepan (Forward looking)
serta dapat berpikir di luar kebiasaan (Out of The Box Thinking).
6. Asas OJK
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya Otoritas Jasa Keuangan berlandaskan
asas-asas sebagai berikut:
a. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan
keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;
c. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan
umum;
d. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri
terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia
negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan;
e. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan
keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan
tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh
pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam
penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan
g. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa
setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas
Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
7. Struktur organisasi OJK
Struktur organisasi OJK terdiri atas:
Struktur organisasi OJK terdiri atas:
a.
Dewan Komisioner OJK; dan
b.
Pelaksana kegiatan operasional.
Struktur Dewan Komisioner terdiri
atas:
Ketua merangkap anggota;
a. Wakil Ketua sebagai Ketua Komite
Etik
merangkap anggota;
b. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan
merangkap anggota;
c. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar
Modal merangkap anggota;
d. Kepala Eksekutif Pengawas
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya merangkap anggota;
e. Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
f. Anggota yang membidangi Edukasi dan
Perlindungan Konsumen;
g. Anggota ex-officio dari
Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan
h. Anggota ex-officio dari
Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian
Keuangan.
Pelaksana kegiatan operasional
terdiri atas:
a. Ketua Dewan Komisioner memimpin
bidang Manajemen Strategis I;
b. Wakil Ketua Dewan Komisioner
memimpin bidang Manajemen Strategis II;
c. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan
memimpin bidang Pengawasan Sektor Perbankan;
d. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar
Modal memimpin bidang Pengawasan Sektor Pasar Modal;
e. Kepala Eksekutif Pengawas
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya memimpin bidang Pengawasan Sektor IKNB;
Ketua Dewan
Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko; dan
f. Anggota Dewan Komisioner Bidang
Edukasi dan Perlindungan Konsumen memimpin bidang Edukasi dan Perlindungan
Konsumen.
8. Siapa saja pimpinan OJK?
OJK dipimpin oleh sembilan Dewan Komisioner yang kepemimpinannya bersifat kolektif dan kolegial. Susunan Dewan Komisioner tersebut terdiri atas:
OJK dipimpin oleh sembilan Dewan Komisioner yang kepemimpinannya bersifat kolektif dan kolegial. Susunan Dewan Komisioner tersebut terdiri atas:
a. Seorang Ketua
b. Seorang Wakil Ketua
c. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas
Perbankan
d. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas
Pasar Modal
e. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas
Industri Keuangan Non-Bank
f. Seorang Ketua Dewan Audit
g. Seorang anggota yang membidangi
Edukasi dan Perlindungan Konsumen
h. Seorang ex-officio dari
Bank Indonesia
i. Seorang ex-officio dari
Kementerian
Keuangan
Jabatan yang ada di OJK, yaitu:
Untuk membantu tugasnya, Dewan Komisioner mengangkat pejabat struktural maupun fungsional antara lain Deputi Komisioner, direktur, dan pejabat di bawahnya.
Deputi Komisioner
Para Deputi Komisioner adalah pejabat yang langsung berada di bawah Dewan Komisioner. Berikut ini adalah sembilan pembidangan Deputi Komisioner OJK:
a. Deputi Komisioner Manajemen Strategis I
b. Deputi Komisioner Manajemen Strategis IIA
c. Deputi Komisioner Manajemen Strategis II B
d. Deputi Komisioner Audit Internal, Managemen Risiko dan Pengendalian Kualitas
e. Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I
f. Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II
g. Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank I
h. Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank II
i. Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen
Dalam mengemban fungsi dan tugasnya OJK memiliki pegawai yang berasal dari Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Untuk membantu tugasnya, Dewan Komisioner mengangkat pejabat struktural maupun fungsional antara lain Deputi Komisioner, direktur, dan pejabat di bawahnya.
Deputi Komisioner
Para Deputi Komisioner adalah pejabat yang langsung berada di bawah Dewan Komisioner. Berikut ini adalah sembilan pembidangan Deputi Komisioner OJK:
a. Deputi Komisioner Manajemen Strategis I
b. Deputi Komisioner Manajemen Strategis IIA
c. Deputi Komisioner Manajemen Strategis II B
d. Deputi Komisioner Audit Internal, Managemen Risiko dan Pengendalian Kualitas
e. Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I
f. Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II
g. Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank I
h. Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank II
i. Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen
Dalam mengemban fungsi dan tugasnya OJK memiliki pegawai yang berasal dari Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
9. Strategi OJK untuk merealisasikan
visi dan misinya
Dalam rangka pencapaian visi dan misinya, OJK memiliki delapan strategi utama:
Strategi 1: Mengintegrasikan pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan. Tujuannya adalah untuk mengurangi dan menghilangkan duplikasi serta pengaturan yang terpisah-pisah melalui harmonisasi kebijakan. Dengan demikian akan diperoleh nilai tambah berupa peningkatan efisiensi dan konsistensi kebijakan pengurangan arbitrasi sehingga mendorong kesetaraan dalam industri keuangan, pengurangan biaya terhadap industri dan masyarakat. Integrasi akan mengacu pada Arsitektur Pengembangan Sektor Jasa Keuangan yang mensinergikan berbagai master plan yang telah disusun sebelumnya di Bank Indonesia dan Bapepam-LK.
Strategi 2: Meningkatkan kapasitas pengaturan dan pengawasan. Strategi ini ditempuh melalui adopsi kerangka peraturan yang lebih baik dan disesuaikan dengan kompleksitas, ukuran, integrasi dan konglomerasi sektor keuangan. Selain itu juga akan dikembangkan metode pengawasan termutakhir dan bersifat holistik bagi seluruh sektor keuangan, termasuk penyempurnaan metode penilaian risiko dan deteksi dini permasalahan di lembaga keuangan.
Strategi 3: Memperkuat ketahanan dan kinerja sistem keuangan. Strategi ini ditempuh dengan memberikan fokus pada penguatan likuiditas dan permodalan bagi seluruh lembaga keuangan, sehingga lebih tangguh dalam menghadapi risiko baik dalam masa normal maupun krisis.
Strategi 4: Mendukung peningkatan stabilitas sistem keuangan. Selain mengatur dan mengawasi industri keuangan secara individual, OJK juga menganalisis dan memantau potensi risiko sistemik di masing-masing individual lembaga keuangan. Kewenangan untuk melakukan pengawasan secara integrasi akan memberi ruang bagi OJK untuk memantau secara lebih dalam berbagai kemungkinan risiko dan mengambil langkah-langkah mitigasinya, terutama risiko yang terjadi di konglomerasi keuangan.
Strategi 5: Meningkatkan budaya tata kelola dan manajemen risiko di lembaga keuangan. Budaya tata kelola dan manajemen risiko yang baik harus menjadi jiwa dalam kegiatan di sektor keuangan. Untuk itu OJK akan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola dan manajemen risiko yang setara di seluruh lembaga jasa keuangan. Tidak kalah pentingnya adalah pengembangan budaya integritas yang menuntut kepemimpinan yang kuat dan berkarakter. Untuk itu ke depan OJK akan memberikan bobot lebih pada penilaian aspek ini dalam proses fit and proper test pengurus lembaga keuangan.
Strategi 6: Membangun sistem perlindungan konsumen keuangan yang terintegrasi dan melaksanakan edukasi dan sosialisasi yang masif dan komprehensif. Strategi ini diperlukan untuk mengefektifkan dan memperkuat bentuk- bentuk perlindungan konsumen yang selama ini masih tersebar, sehingga bersama sama dengan kegiatan edukasi dan sosialisasi akan mewujudkan level playing field yang sama antara lembaga jasa keuangan dengan konsumen keuangan.
Strategi 7: Meningkatkan profesionalisme sumberdaya manusia. Strategi ini diperlukan untuk menjawab kebutuhan akan capacity building bagi pengawas.
Strategi 8: Meningkatkan tata kelola internal dan quality assurance. Untuk keperluan ini, OJK akan menerapkan standar kualitas yang konsisten di seluruh level organisasi, menyelaraskan antara tujuan OJK dengan kebutuhan pemangku kepentingan antara lain membuka dialog dengan industri secara berkala, dan memastikan pengambilan keputusan yang tepat sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat.
Dalam rangka pencapaian visi dan misinya, OJK memiliki delapan strategi utama:
Strategi 1: Mengintegrasikan pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan. Tujuannya adalah untuk mengurangi dan menghilangkan duplikasi serta pengaturan yang terpisah-pisah melalui harmonisasi kebijakan. Dengan demikian akan diperoleh nilai tambah berupa peningkatan efisiensi dan konsistensi kebijakan pengurangan arbitrasi sehingga mendorong kesetaraan dalam industri keuangan, pengurangan biaya terhadap industri dan masyarakat. Integrasi akan mengacu pada Arsitektur Pengembangan Sektor Jasa Keuangan yang mensinergikan berbagai master plan yang telah disusun sebelumnya di Bank Indonesia dan Bapepam-LK.
Strategi 2: Meningkatkan kapasitas pengaturan dan pengawasan. Strategi ini ditempuh melalui adopsi kerangka peraturan yang lebih baik dan disesuaikan dengan kompleksitas, ukuran, integrasi dan konglomerasi sektor keuangan. Selain itu juga akan dikembangkan metode pengawasan termutakhir dan bersifat holistik bagi seluruh sektor keuangan, termasuk penyempurnaan metode penilaian risiko dan deteksi dini permasalahan di lembaga keuangan.
Strategi 3: Memperkuat ketahanan dan kinerja sistem keuangan. Strategi ini ditempuh dengan memberikan fokus pada penguatan likuiditas dan permodalan bagi seluruh lembaga keuangan, sehingga lebih tangguh dalam menghadapi risiko baik dalam masa normal maupun krisis.
Strategi 4: Mendukung peningkatan stabilitas sistem keuangan. Selain mengatur dan mengawasi industri keuangan secara individual, OJK juga menganalisis dan memantau potensi risiko sistemik di masing-masing individual lembaga keuangan. Kewenangan untuk melakukan pengawasan secara integrasi akan memberi ruang bagi OJK untuk memantau secara lebih dalam berbagai kemungkinan risiko dan mengambil langkah-langkah mitigasinya, terutama risiko yang terjadi di konglomerasi keuangan.
Strategi 5: Meningkatkan budaya tata kelola dan manajemen risiko di lembaga keuangan. Budaya tata kelola dan manajemen risiko yang baik harus menjadi jiwa dalam kegiatan di sektor keuangan. Untuk itu OJK akan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola dan manajemen risiko yang setara di seluruh lembaga jasa keuangan. Tidak kalah pentingnya adalah pengembangan budaya integritas yang menuntut kepemimpinan yang kuat dan berkarakter. Untuk itu ke depan OJK akan memberikan bobot lebih pada penilaian aspek ini dalam proses fit and proper test pengurus lembaga keuangan.
Strategi 6: Membangun sistem perlindungan konsumen keuangan yang terintegrasi dan melaksanakan edukasi dan sosialisasi yang masif dan komprehensif. Strategi ini diperlukan untuk mengefektifkan dan memperkuat bentuk- bentuk perlindungan konsumen yang selama ini masih tersebar, sehingga bersama sama dengan kegiatan edukasi dan sosialisasi akan mewujudkan level playing field yang sama antara lembaga jasa keuangan dengan konsumen keuangan.
Strategi 7: Meningkatkan profesionalisme sumberdaya manusia. Strategi ini diperlukan untuk menjawab kebutuhan akan capacity building bagi pengawas.
Strategi 8: Meningkatkan tata kelola internal dan quality assurance. Untuk keperluan ini, OJK akan menerapkan standar kualitas yang konsisten di seluruh level organisasi, menyelaraskan antara tujuan OJK dengan kebutuhan pemangku kepentingan antara lain membuka dialog dengan industri secara berkala, dan memastikan pengambilan keputusan yang tepat sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat.
10. tata kelola OJK?
Dewan Komisioner
a.
Syarat
menjadi calon anggota Dewan Komisioner OJK:
b. Warga Negara Indonesia;
c. Memiliki akhlak, moral, dan
integritas yang baik;
d. Cakap melakukan perbuatan hukum;
e. Tidak pernah dinyatakan pailit atau
tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut
pailit;
f. Sehat jasmani;
g. Berusia paling tinggi 65 tahun pada
saat ditetapkan;
h. Mempunyai pengalaman atau keahlian
di sektor jasa keuangan;
i. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih.
Masa jabatan komisioner OJK selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Komisioner OJK saat ini melakukan tugasnya sejak 2012 hingga berakhir pada 2017.
Anggota Dewan Komisioner dilarang:
Masa jabatan komisioner OJK selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Komisioner OJK saat ini melakukan tugasnya sejak 2012 hingga berakhir pada 2017.
Anggota Dewan Komisioner dilarang:
a.
Memiliki benturan kepentingan di lembaga jasa keuangan yang diawasi oleh
OJK,
b.
Menjadi pengurus dari organisasi pelaku atau profesi di lembaga jasa
keuangan,
c.
Menjadi pengurus partai politik dan,
d.
Menduduki jabatan pada lembaga lain, kecuali dalam rangka melaksanakan
fungsi, tugas, dan wewenang OJK atau penugasan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Sesuai pasal 17 UU OJK, anggota
dewan komisioner tidak dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir,
kecuali apabila memenuhi alasan sebagai berikut: meninggal dunia, mengundurkan
diri, masa jabatannya telah berakhir dan tidak dipilih kembali, berhalangan
tetap sehingga tidak dapat melaksanakan tugas lebih dari 6 (enam) bulan
berturut-turut, tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota dewan komisioner
lebih dari 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, tidak lagi menjadi anggota Dewan Gubernur BI bagi
anggota ex-officio dewan komisioner yang berasal dari Bank
Indonesia, tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon 1 pada Kementerian
Keuangan bagi anggota ex-officio dewan komisioner yang berasal
dari Kementerian Keuangan, memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua
dengan anggota dewan komisioner lain.
Pengambilan Keputusan pada Komisioner OJK
Setiap anggota dewan komisioner memiliki hak untuk memberikan pendapat dalam setiap proses pengambilan keputusan dewan komisioner, dan memiliki hak suara pada saat keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.
Pengawas OJK dan Laporan Pertanggungjawaban
OJK diawasi oleh DPR, dalam hal ini, Komisi XI. Sebagai bagian dari akuntabilitas publik, OJK wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri atas laporan keuangan tiga bulanan, semester dan tahunan. Laporan ini akan berikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan DPR. Selain itu OJK juga wajib menyusun laporan kegiatan yang terdiri atas laporan kegiatan bulanan, triwulanan, dan tahunan.
Manajemen Strategi, Anggaran, dan Kinerja (MSAK)
Dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 34 Undang-Undang OJK, pada 2103 OJK telah dapat menyusun Sistem Manajemen Strategi, Anggaran, dan Kinerja (MSAK), yaitu suatu sistem yang tidak hanya berisi kegiatan penyusunan dan penetapan rencana kerja dan anggaran (RKA) OJK, tetapi lebih komprehensif mengaitkan penyusunan RAK dengan pelaksanaan strategi dan penilaian kinerja OJK. MSAK mengatur dari sejak proses fomulasi strategi, melaksanakan dan menyelaraskan alokasi sumber daya (termasuk anggaran) untuk mencapai sasaran strategis, memonitor pelaksanaan strategi, hingga evaluasi atas keberhasilan pencapaian sasaran strategis tersebut.
Pemanfaatan Sistem MSAK sebagai alat manajemen yang terstruktur dan akuntabel penting agar pemangku kepentingan dapat menilai kinerja OJK secara transparan dan obyektif. Dengan sistem MSAK, ekspektasi pemangku kepentingan terhadap OJK dalam menciptakan sektor dan industri jasa keuangan yang aman, efisien, andal, dan selalu melindungi kepentingan konsumen dijabarkan secara rinci ke dalam bentuk strategi, rencana kerja, dan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang terukur keberhasilannya.
Sistem MSAK memiliki siklus yang terdiri dari empat tahap. Tahap pertama dan kedua yang merupakan tahap perumusan dan penyusunan strategi serta RKA OJK dan Satuan Kerja, dilaksanakan satu tahun sebelum tahun pelaksanaan.
Arah strategis OJK yang telah dirumuskan oleh Dewan Komisioner dalam Board Retreat selanjutnya dikomunikasikan kepada seluruh Pemimpin Satuan Kerja dalam forum Rapat Kerja Strategis (Rakerstra) Tahunan OJK sebagai dasar penjabarannya menjadi strategi Satuan Kerja. Berdasarkan arahan Dewan Komisioner dan strategi Satuan Kerja selanjutnya disusun Pagu Indikatif dan RKA yang disampaikan kepada Kementerian Keuangan. Strategi, termasuk IKU dan targetnya, serta RKA tersebut akan menjadi dasar penilaian kinerja sebagaimana terdapat dalam Kesepakatan Kinerja yang ditandatangani antara Pemimpin Satuan Kerja dengan Dewan Komisioner.
Sementara itu, tahap ketiga dan keempat dari siklus MSAK merupakan tahap implementasi, monitoring dan evaluasi dari pelaksaan strategi dan RKA pada tahun berjalan. Berdasarkan hasil monitoring, dilakukan review atas pelaksanaan strategi dan RKA serta penilaian kinerja di tengah tahun dan di akhir tahun, baik untuk level OJK secara keseluruhan maupun untuk level Satuan Kerja.
Pada 2013, Dewan Komisioner telah menetapkan Destination Statement OJK 2017, yaitu “Menjadi lembaga profesional dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang terintegrasi, guna mewujudkan financial market deepening dan inklusif, serta terdepan dalam sistem perlindungan konsumen keuangan dan masyarakat, untuk mendukung terciptanya sistem keuangan yang stabil dan berkelanjutan.
Destination Statement OJK 2017 merupakan kondisi yang ingin dicapai oleh OJK di akhir 2017, sebagai tahapan untuk mencapai Visi dan Misi OJK, yang berisi enam kondisi utama dan persyaratannya, yaitu (i) Sistem keuangan yang stabil dan berkelanjutan, (ii) Pengaturan sektor jasa keuangan yang selaras dan terintegrasi, (iii) Sistem pengawasan sektor jasa keuangan yang efektif dan terintegrasi, (iv) Pengembangan sektor jasa keuangan yang stabil dan berkesinambungan, (v) Edukasi dan perlindungan konsumen yang optimal, dan (vi) Strategic support yang andal. Destination Statement OJK 2017 selanjutnya telah dijabarkan dalam Strategy Map OJK 2014 yang menggambarkan cara, langkah dan kegiatan yang akan dilakukan oleh OJK selama 2014. Strategy Map OJK 2014 berisi Sasaran Strategis dan IKU, yang akan menjadi dasar penilaian kinerja OJK di akhir 2014.
Audit Internal, Manajemen Risiko dan Pengendalian Kualitas (AIMRPK)
a. Audit Internal
Fungsi audit internal OJK dilaksanakan oleh Bidang Audit Internal, Manajemen Risiko dan Pengendalian Kualitas (AIMRPK). Kegiatan asurans dan konsultasi secara independen dan obyektif dilakukan oleh AIMRPK untuk memberikan masukan dalam rangka perbaikan sistem sebagai nilai tambah guna pencapaian tujuan OJK. Standar audit yang digunakan OJK mengacu pada standar internasional (internasionally accepted) yaitu International Professional Practice Framework (IPPF) yang dikeluarkan oleh Institute of Internal Auditor (IIA). Penggunakan standar dengan mengacu pada IPPF dimaksudkan agar terdapat kesamaan dalam wewenang, fungsi, dan tanggung jawab atas fungsi audit internal.
Selama 2013, kegiatan Audit Internal antara lain melakukan on-desk evaluation terhadap pengelolaan SDM dan pengadaan barang atau jasa OJK untuk menilai kecukupan aturan, menilai kesesuaian pelaksanaan dengan ketentuan yang berlaku, dan menilai pengendalian internal OJK. Selain itu telah diselesaikan pula audit pada Sembilan Satuan Kerja untuk memastikan bahwa seluruh pelaksanaan tugas telah didukung oleh peraturan dan ketentuan, kecukupan pengendalian dalam pelaksanaan tugas, serta kesesuaian proses bisnis dengan ketentuan yang berlaku. Untuk memperoleh gambaran yang memadai atas kondisi pengendalian internal di OJK, telah dilakukan pula survei Impementasi Pengendalian Internal Berbasis COSO. Gambaran ini penting untuk memastikan kecukupan inherent internal control risk yang merupakan salah satu referensi dalam lingkup audit internal.
b. Manajemen Risiko OJK
Untuk mendukung pencapaian tujuan OJK, penerapan manajemen risiko OJK (MROJK) secara efektif, efisien, konsisten dan berkesinambungan menjadi hal penting yang harus dilakukan OJK. Untuk itu OJK telah menerbitkan Peraturan Dewan Komisioner No.2/PDK.06/2013 tentang Standar Manajemen Risiko OJK (SMROJK) dan Surat Edaran Dewan Komisioner No.2/SEDK.06/2013 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Standar Manajemen Risiko OJK. Penerapan MROJK mengacu pada kerangka kerja Standar Nasional Indonesia (SNI) ISO 31000 karena memberikan pendekatan pengelolaan risiko yang universal, menyeluruh, dan berkelanjutan.
Selama 2013 kegiatan manajemen risiko antara lain menyusun pedoman kerja pada tataran operasional yang meliputi berbagai SOP Laporan Daftar/Profil Risiko dan SOP Realisasi Pelaksanaan Mitigasi Risiko. Telah dilakukan pula identifikasi risiko Tim Transisi OJK 2013 untuk memastikan bahwa pengalihan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan dari BI ke OJK telah dilakukan sesuai dengan ketentuan. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat dan tren seluruh eksposur risiko dari setiap aktivitas dan memitigasi dampak yang dapat mempengaruhi efektivitas pencapaian tujuan OJK, telah ditetapkan 31 risiko OJK-wide dan serangkaian inisiatif untuk memitigasi risiko dimaksud.
c. Pengendalian Kualitas
Untuk memastikan keseluruhan kegiatan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan dilakukan sesuai tata kelola yang baik, diperlukan adanya fungsi asurans yang memberikan keyakinan memadai atas kualitas produk/jasa, proses, sistem tata kelola dan manajemen OJK. Salah satu fungsi asuransi tersebut dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan pengendalian kualitas. Rujukan konsep dan kerangka kerja pengendalian kualitas OJK menggunakan standar internasional ISO 9001 Quality Management System- Requirements dan ISO 9004 Managing for the Sustained Success of an Organization - a Quality Management Approach serta mengadopsi konsep Total Quality Management (TQM).
Selama 2013 kegiatan pengendalian kualitas antara lain telah melakukan pengkajian ulang atas pelaksanaan governance, managemen risiko, dan internal kontrol proses bisnis OJK seperti Ketentuan Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan OJK (Rule Making Rules/RMR) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Uang Muka Perusahaan Pembiayaan (Loan to Value/LTV).
Selain itu dilakukan pula koordinasi dengan Tim Transisi OJK sehubungan dengan pemantauan rencana kerja pengalihan fungsi pengawasan bank di Bank Indonesia ke OJK khususnya terkait governance, risk quality, and control persiapan pembukaan kantor perwakilan OJK. Dalam rangka mendukung penyusunan Laporan Keuangan OJK 2013 secara wajar, telah dilakukan pengkajian ulang atas Neraca Awal OJK, Laporan Keuangan Satuan Kerja sementara OJK semester I-2013 dan Laporan Keuangan OJK semester I-2013 sebelum diaudit oleh eksternal auditor serta pendampingan atau klinik konsultasi bagi seluruh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk menyelesaikan pertanggungjawaban uang muka Satuan Kerja.
Pengambilan Keputusan pada Komisioner OJK
Setiap anggota dewan komisioner memiliki hak untuk memberikan pendapat dalam setiap proses pengambilan keputusan dewan komisioner, dan memiliki hak suara pada saat keputusan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.
Pengawas OJK dan Laporan Pertanggungjawaban
OJK diawasi oleh DPR, dalam hal ini, Komisi XI. Sebagai bagian dari akuntabilitas publik, OJK wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri atas laporan keuangan tiga bulanan, semester dan tahunan. Laporan ini akan berikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan DPR. Selain itu OJK juga wajib menyusun laporan kegiatan yang terdiri atas laporan kegiatan bulanan, triwulanan, dan tahunan.
Manajemen Strategi, Anggaran, dan Kinerja (MSAK)
Dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 34 Undang-Undang OJK, pada 2103 OJK telah dapat menyusun Sistem Manajemen Strategi, Anggaran, dan Kinerja (MSAK), yaitu suatu sistem yang tidak hanya berisi kegiatan penyusunan dan penetapan rencana kerja dan anggaran (RKA) OJK, tetapi lebih komprehensif mengaitkan penyusunan RAK dengan pelaksanaan strategi dan penilaian kinerja OJK. MSAK mengatur dari sejak proses fomulasi strategi, melaksanakan dan menyelaraskan alokasi sumber daya (termasuk anggaran) untuk mencapai sasaran strategis, memonitor pelaksanaan strategi, hingga evaluasi atas keberhasilan pencapaian sasaran strategis tersebut.
Pemanfaatan Sistem MSAK sebagai alat manajemen yang terstruktur dan akuntabel penting agar pemangku kepentingan dapat menilai kinerja OJK secara transparan dan obyektif. Dengan sistem MSAK, ekspektasi pemangku kepentingan terhadap OJK dalam menciptakan sektor dan industri jasa keuangan yang aman, efisien, andal, dan selalu melindungi kepentingan konsumen dijabarkan secara rinci ke dalam bentuk strategi, rencana kerja, dan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang terukur keberhasilannya.
Sistem MSAK memiliki siklus yang terdiri dari empat tahap. Tahap pertama dan kedua yang merupakan tahap perumusan dan penyusunan strategi serta RKA OJK dan Satuan Kerja, dilaksanakan satu tahun sebelum tahun pelaksanaan.
Arah strategis OJK yang telah dirumuskan oleh Dewan Komisioner dalam Board Retreat selanjutnya dikomunikasikan kepada seluruh Pemimpin Satuan Kerja dalam forum Rapat Kerja Strategis (Rakerstra) Tahunan OJK sebagai dasar penjabarannya menjadi strategi Satuan Kerja. Berdasarkan arahan Dewan Komisioner dan strategi Satuan Kerja selanjutnya disusun Pagu Indikatif dan RKA yang disampaikan kepada Kementerian Keuangan. Strategi, termasuk IKU dan targetnya, serta RKA tersebut akan menjadi dasar penilaian kinerja sebagaimana terdapat dalam Kesepakatan Kinerja yang ditandatangani antara Pemimpin Satuan Kerja dengan Dewan Komisioner.
Sementara itu, tahap ketiga dan keempat dari siklus MSAK merupakan tahap implementasi, monitoring dan evaluasi dari pelaksaan strategi dan RKA pada tahun berjalan. Berdasarkan hasil monitoring, dilakukan review atas pelaksanaan strategi dan RKA serta penilaian kinerja di tengah tahun dan di akhir tahun, baik untuk level OJK secara keseluruhan maupun untuk level Satuan Kerja.
Pada 2013, Dewan Komisioner telah menetapkan Destination Statement OJK 2017, yaitu “Menjadi lembaga profesional dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang terintegrasi, guna mewujudkan financial market deepening dan inklusif, serta terdepan dalam sistem perlindungan konsumen keuangan dan masyarakat, untuk mendukung terciptanya sistem keuangan yang stabil dan berkelanjutan.
Destination Statement OJK 2017 merupakan kondisi yang ingin dicapai oleh OJK di akhir 2017, sebagai tahapan untuk mencapai Visi dan Misi OJK, yang berisi enam kondisi utama dan persyaratannya, yaitu (i) Sistem keuangan yang stabil dan berkelanjutan, (ii) Pengaturan sektor jasa keuangan yang selaras dan terintegrasi, (iii) Sistem pengawasan sektor jasa keuangan yang efektif dan terintegrasi, (iv) Pengembangan sektor jasa keuangan yang stabil dan berkesinambungan, (v) Edukasi dan perlindungan konsumen yang optimal, dan (vi) Strategic support yang andal. Destination Statement OJK 2017 selanjutnya telah dijabarkan dalam Strategy Map OJK 2014 yang menggambarkan cara, langkah dan kegiatan yang akan dilakukan oleh OJK selama 2014. Strategy Map OJK 2014 berisi Sasaran Strategis dan IKU, yang akan menjadi dasar penilaian kinerja OJK di akhir 2014.
Audit Internal, Manajemen Risiko dan Pengendalian Kualitas (AIMRPK)
a. Audit Internal
Fungsi audit internal OJK dilaksanakan oleh Bidang Audit Internal, Manajemen Risiko dan Pengendalian Kualitas (AIMRPK). Kegiatan asurans dan konsultasi secara independen dan obyektif dilakukan oleh AIMRPK untuk memberikan masukan dalam rangka perbaikan sistem sebagai nilai tambah guna pencapaian tujuan OJK. Standar audit yang digunakan OJK mengacu pada standar internasional (internasionally accepted) yaitu International Professional Practice Framework (IPPF) yang dikeluarkan oleh Institute of Internal Auditor (IIA). Penggunakan standar dengan mengacu pada IPPF dimaksudkan agar terdapat kesamaan dalam wewenang, fungsi, dan tanggung jawab atas fungsi audit internal.
Selama 2013, kegiatan Audit Internal antara lain melakukan on-desk evaluation terhadap pengelolaan SDM dan pengadaan barang atau jasa OJK untuk menilai kecukupan aturan, menilai kesesuaian pelaksanaan dengan ketentuan yang berlaku, dan menilai pengendalian internal OJK. Selain itu telah diselesaikan pula audit pada Sembilan Satuan Kerja untuk memastikan bahwa seluruh pelaksanaan tugas telah didukung oleh peraturan dan ketentuan, kecukupan pengendalian dalam pelaksanaan tugas, serta kesesuaian proses bisnis dengan ketentuan yang berlaku. Untuk memperoleh gambaran yang memadai atas kondisi pengendalian internal di OJK, telah dilakukan pula survei Impementasi Pengendalian Internal Berbasis COSO. Gambaran ini penting untuk memastikan kecukupan inherent internal control risk yang merupakan salah satu referensi dalam lingkup audit internal.
b. Manajemen Risiko OJK
Untuk mendukung pencapaian tujuan OJK, penerapan manajemen risiko OJK (MROJK) secara efektif, efisien, konsisten dan berkesinambungan menjadi hal penting yang harus dilakukan OJK. Untuk itu OJK telah menerbitkan Peraturan Dewan Komisioner No.2/PDK.06/2013 tentang Standar Manajemen Risiko OJK (SMROJK) dan Surat Edaran Dewan Komisioner No.2/SEDK.06/2013 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Standar Manajemen Risiko OJK. Penerapan MROJK mengacu pada kerangka kerja Standar Nasional Indonesia (SNI) ISO 31000 karena memberikan pendekatan pengelolaan risiko yang universal, menyeluruh, dan berkelanjutan.
Selama 2013 kegiatan manajemen risiko antara lain menyusun pedoman kerja pada tataran operasional yang meliputi berbagai SOP Laporan Daftar/Profil Risiko dan SOP Realisasi Pelaksanaan Mitigasi Risiko. Telah dilakukan pula identifikasi risiko Tim Transisi OJK 2013 untuk memastikan bahwa pengalihan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan dari BI ke OJK telah dilakukan sesuai dengan ketentuan. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat dan tren seluruh eksposur risiko dari setiap aktivitas dan memitigasi dampak yang dapat mempengaruhi efektivitas pencapaian tujuan OJK, telah ditetapkan 31 risiko OJK-wide dan serangkaian inisiatif untuk memitigasi risiko dimaksud.
c. Pengendalian Kualitas
Untuk memastikan keseluruhan kegiatan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan dilakukan sesuai tata kelola yang baik, diperlukan adanya fungsi asurans yang memberikan keyakinan memadai atas kualitas produk/jasa, proses, sistem tata kelola dan manajemen OJK. Salah satu fungsi asuransi tersebut dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan pengendalian kualitas. Rujukan konsep dan kerangka kerja pengendalian kualitas OJK menggunakan standar internasional ISO 9001 Quality Management System- Requirements dan ISO 9004 Managing for the Sustained Success of an Organization - a Quality Management Approach serta mengadopsi konsep Total Quality Management (TQM).
Selama 2013 kegiatan pengendalian kualitas antara lain telah melakukan pengkajian ulang atas pelaksanaan governance, managemen risiko, dan internal kontrol proses bisnis OJK seperti Ketentuan Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan OJK (Rule Making Rules/RMR) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Uang Muka Perusahaan Pembiayaan (Loan to Value/LTV).
Selain itu dilakukan pula koordinasi dengan Tim Transisi OJK sehubungan dengan pemantauan rencana kerja pengalihan fungsi pengawasan bank di Bank Indonesia ke OJK khususnya terkait governance, risk quality, and control persiapan pembukaan kantor perwakilan OJK. Dalam rangka mendukung penyusunan Laporan Keuangan OJK 2013 secara wajar, telah dilakukan pengkajian ulang atas Neraca Awal OJK, Laporan Keuangan Satuan Kerja sementara OJK semester I-2013 dan Laporan Keuangan OJK semester I-2013 sebelum diaudit oleh eksternal auditor serta pendampingan atau klinik konsultasi bagi seluruh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk menyelesaikan pertanggungjawaban uang muka Satuan Kerja.
11. pembiayaan OJK
a.
Sumber Pembiayaan OJK
Menurut Pasal 34 UU OJK, anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.
Menurut Pasal 34 UU OJK, anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.
b.
Pungutan ke Pelaku Industri Keuangan
Rencananya OJK akan menarik pungutan dari lembaga-lembaga keuangan di Indonesia. Mekanisme pungutan itu sendiri tengah digodok oleh OJK dan pemerintah.
Rencananya OJK akan menarik pungutan dari lembaga-lembaga keuangan di Indonesia. Mekanisme pungutan itu sendiri tengah digodok oleh OJK dan pemerintah.
c.
Praktik Pungutan di Luar Negeri
Sedikitnya ada 80 negara di dunia yang lembaga pengawasnya melakukan pungutan. Berikut ini adalah tipe pungutan yang diberlakukan di beberapa negara:
Sedikitnya ada 80 negara di dunia yang lembaga pengawasnya melakukan pungutan. Berikut ini adalah tipe pungutan yang diberlakukan di beberapa negara:
·
Hongkong
Hongkong menerapkan pungutan atas dasar layanan.
Pembebanan dilakukan dalam proses perizinan, baik beban biaya tahunan maupun
pendirian bank ataupun pembukaan jaringan kantor. Apabila hasil pungutan masih
kurang, maka akan ditutup kekurangannya oleh HKMA (Bank Sentral Hongkong yang
bertindak sekaligus sebagai pengawas bank).
·
Estonia
Pungutan di negara ini dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Atas dasar layanan;
b. Atas dasar volume.
a. Atas dasar layanan;
b. Atas dasar volume.
Besarnya pembebanan didasarkan atas daftar tarif per layanan. Pembebanan
berdasarkan volume, 1 (satu) persen dari kebutuhan modal minimum bank. Memiliki
daftar persentase pembebanan sesuai dengan aset yang diawasi.
Metodologinya adalah jumlah beban pengawasan setahun lalu dikurangi proyeksi
pungutan atas dasar jenis layanan, lalu dikurangi target pungutan atas dasar 1
(satu) persen dari modal. Sisanya dipungut atas dasar persentase aset.
·
Slovakia
Negara ini menerapkan pungutan dengan dua sistem yaitu:
a. Atas dasar layanan;
b. Atas dasar volume.
Besarnya pembebanan didasarkan atas daftar tarif per layanan. Kemudian, pembebanan berdasarkan volume dengan aturan:
1. 0,0027 % dari aset dengan minimum € 100.000 untuk bank asing atau cabang bank asing;
2. 0,0133 % dari aset dengan minimum € 20.000 untuk asuransi;
3. 0,0118 % dari aset dengan minimum € 20.000 untuk dana pensiun;
4. 0,0170 % dari aset dengan minimum € 2.000 untuk perusahaan sekuritas.
Negara ini menerapkan pungutan dengan dua sistem yaitu:
a. Atas dasar layanan;
b. Atas dasar volume.
Besarnya pembebanan didasarkan atas daftar tarif per layanan. Kemudian, pembebanan berdasarkan volume dengan aturan:
1. 0,0027 % dari aset dengan minimum € 100.000 untuk bank asing atau cabang bank asing;
2. 0,0133 % dari aset dengan minimum € 20.000 untuk asuransi;
3. 0,0118 % dari aset dengan minimum € 20.000 untuk dana pensiun;
4. 0,0170 % dari aset dengan minimum € 2.000 untuk perusahaan sekuritas.
12. Hubungan kelembagaan OJK
a.
Hubungan OJK dengan BI
Menurut Pasal 39 UU Nomor 21 tahun 2011, OJK bisa berkoordinasi dengan BI dalam pengaturan dan pengawasan perbankan, misalnya, dalam hal kewajiban pemenuhan modal minimum bank ataupun kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing maupun pinjaman komersial luar negeri. Berikut ini berbagai bentuk nyata sinergi antara BI dan OJK:
Menurut Pasal 39 UU Nomor 21 tahun 2011, OJK bisa berkoordinasi dengan BI dalam pengaturan dan pengawasan perbankan, misalnya, dalam hal kewajiban pemenuhan modal minimum bank ataupun kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing maupun pinjaman komersial luar negeri. Berikut ini berbagai bentuk nyata sinergi antara BI dan OJK:
b.
OJK berkoordinasi dengan BI dalam membuat peraturan pengawasan di bidang
perbankan. Hal tersebut merupakan salah satu contoh bahwa kesatuan langkah
kedua lembaga harus selalu ada. Kombinasi kompetensi dari personel
masing-masing lembaga dimaksud akan mampu menciptakan suatu tatanan aturan
perbankan yang lebih sempurna. Penyamaan persepsi antara BI dan OJK dalam
menentukan kebijakan atau pengaturan perbankan akan menghasilkan tatanan sistem
perbankan yang tangguh dalam menghadapi segala kondisi;
c.
Tidak hanya dalam pembuatan aturan, BI dan OJK juga harus terintegrasi
dalam tukar menukar informasi perbankan. Melalui penggabungan sistem informasi
ini, BI dan OJK akan lebih mudah mengakses informasi perbankan yang disediakan
masing-masing lembaga setiap saat (timely basis). Informasi strategis
yang dimiliki masing-masing lembaga dan aksesibilitas yang mudah sangat
menunjang efektivitas pelaksanaan tugas;
d.
Dalam rangka pemeriksaan bank, BI dan OJK juga terus melakukan hubungan
timbal balik. BI dalam kondisi tertentu akan melakukan pemeriksaan khusus
terhadap bank setelah berkoordinasi dengan OJK. Begitupun sebaliknya, dalam hal
OJK mengidentifikasikan bank tertentu mengalami kondisi yang memburuk maka OJK
akan segera menginformasikan kepada BI. Kerja sama reciprocal dimaksud
sangat bermanfaat
untuk mengantisipasi dampak sistemik
negatif dari suatu kondisi perbankan. Dengan kerja sama itu pula tindakan
penanganan yang tepat dapat diambil dengan cepat.
2. Hubungan OJK dengan LPS
Sesuai Pasal 41 UU Nomor 21 Tahun 2011, OJK menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK. Begitu juga LPS dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK.
13. Bagaimana pengawasan terintegrasi di OJK?
1. Perbedaan Pengawasan Sebelumnya dengan Pengawasan di Bawah OJK
Pengawasan di bawah OJK dilandasi semangat untuk memberikan perhatian kepada perlindungan dan edukasi bagi konsumen. Edukasi dan perlindungan konsumen keuangan diarahkan untuk mencapai dua tujuan utama.
Pertama, meningkatkan kepercayaan dari investor dan konsumen dalam setiap aktivitas dan kegiatan usaha di sektor jasa keuangan.
Kedua, memberikan peluang dan kesempatan untuk perkembangan sektor jasa keuangan secara adil, efisien, dan transparansi. Dalam jangka panjang, industri keuangan sendiri juga akan mendapat manfaat yang positif untuk memacu peningkatan efisiensi sebagai respon dari tuntutan pelayanan yang lebih prima terhadap pelayanan jasa keuangan.
2. Latar Belakang Diberlakukannya Pengawasan Terintegrasi
Krisis ekonomi 1997-1998 yang dialami Indonesia mengharuskan pemerintah melakukan pembenahan di sektor perbankan dalam rangka melakukan stabilisasi sistem keuangan dan mencegah terulangnya krisis.
Sehubungan dengan hal tersebut, muncul pemikiran tentang perlunya suatu model pengawasan yang berfungsi mengawasi segala macam kegiatan keuangan. Setiap model pengawasan memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Lembaga pengawasan tersebut harus memiliki ketahanan dalam menghadapi masa krisis, memiliki tingkat efisiensi, dan efektivitas tinggi yang tercermin dalam biaya dan adanya kejelasan pembagian tanggung jawab dan fungsi serta memiliki persepsi yang baik di mata publik.
3. Sistem Pengawasan Industri Keuangan di Negara-Negara Lain
Secara teoritis, terdapat dua aliran dalam hal pengawasan lembaga keuangan. Di satu pihak terdapat aliran yang mengatakan bahwa pengawasan industri keuangan sebaiknya dilakukan oleh satu institusi. Di pihak lain ada aliran yang berpendapat pengawasan industri keuangan lebih tepat apabila dilakukan beberapa lembaga. Di Inggris, misalnya, industri keuangannya diawasi oleh Financial Supervisory Authority (FSA), sedangkan di Amerika Serikat industri keuangan diawasi oleh beberapa institusi. SEC (Securities and Exchange Comission), misalnya, mengawasi pasar modal sedangkan industri perbankan diawasi oleh Federal Reserve (The Fed), FDIC (Federal Deposit Insurance Corporation), dan OCC (Office of The Comptroller of The Currency).
Alasan utama yang melatarbelakangi kedua aliran ini adalah kesesuaian dengan sistem perbankan yang dianut oleh negara tersebut. Juga, seberapa dalam konvergensi diantara lembaga-lembaga keuangan. Dari sudut sistem, terdapat dua sistem perbankan yang berlaku yaitu Commercial banking system dan universal banking system. Commercial banking, seperti yang berlaku di Indonesia dan di Amerika Serikat yaitu bank dilarang melakukan kegiatan usaha keuangan non-bank seperti asuransi. Hal ini berbeda dengan universal banking, dianut oleh antara lain negara-negara Eropa dan Jepang yang membolehkan bank melakukan kegiatan usaha keuangan non-bank seperti bank investasi dan asuransi.
2. Hubungan OJK dengan LPS
Sesuai Pasal 41 UU Nomor 21 Tahun 2011, OJK menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK. Begitu juga LPS dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK.
13. Bagaimana pengawasan terintegrasi di OJK?
1. Perbedaan Pengawasan Sebelumnya dengan Pengawasan di Bawah OJK
Pengawasan di bawah OJK dilandasi semangat untuk memberikan perhatian kepada perlindungan dan edukasi bagi konsumen. Edukasi dan perlindungan konsumen keuangan diarahkan untuk mencapai dua tujuan utama.
Pertama, meningkatkan kepercayaan dari investor dan konsumen dalam setiap aktivitas dan kegiatan usaha di sektor jasa keuangan.
Kedua, memberikan peluang dan kesempatan untuk perkembangan sektor jasa keuangan secara adil, efisien, dan transparansi. Dalam jangka panjang, industri keuangan sendiri juga akan mendapat manfaat yang positif untuk memacu peningkatan efisiensi sebagai respon dari tuntutan pelayanan yang lebih prima terhadap pelayanan jasa keuangan.
2. Latar Belakang Diberlakukannya Pengawasan Terintegrasi
Krisis ekonomi 1997-1998 yang dialami Indonesia mengharuskan pemerintah melakukan pembenahan di sektor perbankan dalam rangka melakukan stabilisasi sistem keuangan dan mencegah terulangnya krisis.
Sehubungan dengan hal tersebut, muncul pemikiran tentang perlunya suatu model pengawasan yang berfungsi mengawasi segala macam kegiatan keuangan. Setiap model pengawasan memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Lembaga pengawasan tersebut harus memiliki ketahanan dalam menghadapi masa krisis, memiliki tingkat efisiensi, dan efektivitas tinggi yang tercermin dalam biaya dan adanya kejelasan pembagian tanggung jawab dan fungsi serta memiliki persepsi yang baik di mata publik.
3. Sistem Pengawasan Industri Keuangan di Negara-Negara Lain
Secara teoritis, terdapat dua aliran dalam hal pengawasan lembaga keuangan. Di satu pihak terdapat aliran yang mengatakan bahwa pengawasan industri keuangan sebaiknya dilakukan oleh satu institusi. Di pihak lain ada aliran yang berpendapat pengawasan industri keuangan lebih tepat apabila dilakukan beberapa lembaga. Di Inggris, misalnya, industri keuangannya diawasi oleh Financial Supervisory Authority (FSA), sedangkan di Amerika Serikat industri keuangan diawasi oleh beberapa institusi. SEC (Securities and Exchange Comission), misalnya, mengawasi pasar modal sedangkan industri perbankan diawasi oleh Federal Reserve (The Fed), FDIC (Federal Deposit Insurance Corporation), dan OCC (Office of The Comptroller of The Currency).
Alasan utama yang melatarbelakangi kedua aliran ini adalah kesesuaian dengan sistem perbankan yang dianut oleh negara tersebut. Juga, seberapa dalam konvergensi diantara lembaga-lembaga keuangan. Dari sudut sistem, terdapat dua sistem perbankan yang berlaku yaitu Commercial banking system dan universal banking system. Commercial banking, seperti yang berlaku di Indonesia dan di Amerika Serikat yaitu bank dilarang melakukan kegiatan usaha keuangan non-bank seperti asuransi. Hal ini berbeda dengan universal banking, dianut oleh antara lain negara-negara Eropa dan Jepang yang membolehkan bank melakukan kegiatan usaha keuangan non-bank seperti bank investasi dan asuransi.
Sebuah
survei yang dilakukan oleh Central Banking Publication (1999)
menunjukkan bahwa dari 123 negara yang diteliti, tiga perempatnya memberikan
kewenangan pengawasan industri perbankan kepada bank sentral. Hal ini lebih
menonjol di negara-negara sedang berkembang. Khusus untuk negara berkembang
alasannya adalah masalah sumber daya. Bank sentral dianggap memadai dalam hal
sumber daya (SDM dan dana). Dari kaca mata politik, dicabutnya kewenangan
pengawasan dari bank sentral sejalan dengan munculnya kecenderungan pemberian
independensi kepada bank sentral. Ada kekhawatiran bahwa dengan independennya
bank sentral maka apabila bank sentral juga memiliki wewenang mengawasi bank
maka bank sentral tersebut akan memiliki kewenangan sangat besar. Bank of
England, misalnya, pada tahun 1997 mendapatkan status independen dan dua minggu
kemudian kewenangan untuk pengawasan sektor perbankan diambil alih dari bank
sentral tersebut.
4. Satgas Waspada Investasi
Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi) dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep-208/BL/2007 yang ditetapkan pada 20 Juni 2007, yang terakhir diperpanjang dengan Surat Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep-124/BL/2012 yang ditetapkan pada 19 Maret 2012.
Satuan Tugas (Satgas) ini merupakan hasil kerja sama beberapa instansi terkait, yang meliputi:
4. Satgas Waspada Investasi
Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi) dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep-208/BL/2007 yang ditetapkan pada 20 Juni 2007, yang terakhir diperpanjang dengan Surat Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep-124/BL/2012 yang ditetapkan pada 19 Maret 2012.
Satuan Tugas (Satgas) ini merupakan hasil kerja sama beberapa instansi terkait, yang meliputi:
1. Regulator: OJK, BI, Bappebti,
Kementerian Perdagangan, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),
Kementerian Koperasi dan UKM;
2. Penegak Hukum: Polri, Kejaksaan
Agung;
3. Pendukung: Kementerian Komunikasi
dan Informasi, PPATK.
Tugas Utama Satgas:
a. Menginventarisasi kasus-kasus investasi ilegal;
b. Menganalisis kasus-kasus;
c. Menghentikan atau menghambat maraknya kasus investasi bodong;
d. Memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat;
e. Meningkatkan koordinasi penanganan kasus dengan instansi terkait;
f. Melakukan pemeriksaan secara bersama atas kasus investasi ilegal.
Kontak Satgas Waspada Investasi
Telp: (021) 385 7821 ext 20610
Fax: (021) 345 3591
Website: http://waspada-investasi.bapepam.go.id
Email: Waspadainvestasi@ojk.go.id
Twitter: @satgasinvestasi
5. Alamat dan Call Centre OJK
Konsumen atau masyarakat dapat menyampaikan permintaan informasi atau pengaduan kepada OJK melalui:
a. Surat Tertulis
Surat ditujukan kepada:
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
u.p. Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen
Menara Radius Prawiro, Lantai 2
Komplek Perkantoran Bank Indonesia
Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta Pusat 10350
b. Telepon (Call Center OJK)
Telepon:
(kode area)
1-500655 (aktif per 1 Oktober 2014)
(kode area)
500655 (aktif sampai dengan 1 Juni 2015)
Contoh: kode area Jayapura (0967), jadi telp. (0967) 500 655 atau (0967) 1 500 655
Jam operasional: Senin – Jumat pkl. 09.00 – 12.00 WIB dan pkl. 13.00 – 16.00 WIB (kecuali hari libur)
c. Email
Alamat email: konsumen@ojk.go.id
d. Website Pengaduan Konsumen Online
Konsumen atau masyarakat dapat mengisi form elektronik dalam website pengaduan konsumen online dengan alamat: http://konsumen.ojk.go.id
Contoh: kode area Jayapura (0967), jadi telp. (0967) 500 655 atau (0967) 1 500 655
Jam operasional: Senin – Jumat pkl. 09.00 – 12.00 WIB dan pkl. 13.00 – 16.00 WIB (kecuali hari libur)
c. Email
Alamat email: konsumen@ojk.go.id
d. Website Pengaduan Konsumen Online
Konsumen atau masyarakat dapat mengisi form elektronik dalam website pengaduan konsumen online dengan alamat: http://konsumen.ojk.go.id
Sampai
dengan 31 Desember 2013, sesuai dengan Undang-Undang No 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan, OJK hanya menangani permintaan informasi dan pengaduan
konsumen dan masyarakat yang berkaitan dengan sektor pasar modal dan sektor
keuangan non-bank. Untuk sektor perbankan, masih ditangani oleh Bank.
6. OJK Bisa Menyidik
OJK berwenang melakukan penyelidikan hingga penyidikan terhadap kasus-kasus lembaga keuangan yang merugikan konsumen. Sesuai peraturan yang ada, penyidik di Indonesia hanya ada dari dua elemen yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Kepolisian. Saat ini, penyidik Bapepam-LK yang bergabung di OJK masa berlakunya akan habis pada 31 Desember 2013.
7. OJK Bisa Melakukan Penuntutan
Menurut Pasal 49 dan Pasal 50 UU OJK, penyidik OJK bisa menyampaikan hasil penyidikannya kepada jaksa untuk dilakukan penuntutan.
6. OJK Bisa Menyidik
OJK berwenang melakukan penyelidikan hingga penyidikan terhadap kasus-kasus lembaga keuangan yang merugikan konsumen. Sesuai peraturan yang ada, penyidik di Indonesia hanya ada dari dua elemen yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Kepolisian. Saat ini, penyidik Bapepam-LK yang bergabung di OJK masa berlakunya akan habis pada 31 Desember 2013.
7. OJK Bisa Melakukan Penuntutan
Menurut Pasal 49 dan Pasal 50 UU OJK, penyidik OJK bisa menyampaikan hasil penyidikannya kepada jaksa untuk dilakukan penuntutan.
A. Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin
simpanan nasabah perbankan di Indonesia.
Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada 22 September2004. Undang-undang ini
mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga pendirian dan
operasional LPS dimulai pada 22 September 2005.Setiap bank yang melakukan
kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta
penjaminan LPS.
Di dalam perekonomian modern dewasa ini diperlukan suatu sistem penyangga
ekonomi yang kokoh sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan para pelaku ekonomi
yang bernaung dibawahnya, dan yang menjadi salah satu tiang penyangganya adalah
LPS. Hal itu tercermin dari salah satu fungsi dari LPS yakni menjamin simpanan
nasabah.
Belajar dari krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 ditandai dengan
dilikuidasinya 16 bank mengakibatkan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap
lembaga perbankan nasional diikuti dengan penarikan simpanan besar-besaran pada
sistem perbankan atau rush. Maka untuk meredam efek bola salju tersebut
saat itu pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya program
penjaminan seluruh simpanan masyarakat atau yang lebih dikenal dengan blanket
guaranteemelaluiKeputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap
Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998
tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat
Setelah beberapa tahun dilaksanakannya kebijakan blanket guarantee memang
dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional.
Tetapi mengingat risiko dari blanket guarantee sangat besar yakni
kewajiban penyediaan dana talangan dan munculnya moral hazard bankir
juga masyarakat, maka diperlukan suatu lembaga penjaminan simpanan yang
independen.
B. Fungsi dan Peranan Lembaga Penjamin Simpanan
LPS berfungsi menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga
stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya.
Sejak tanggal
22 Maret 2007 dan seterusnya, nilai simpanan yang dijamin LPS maksimum sebesar
Rp 100 juta per nasabah per bank, yang mencakup pokok dan bunga/bagi
hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank memiliki simpanan lebih
dari Rp 100 juta maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari hasil likuidasi
bank tersebut.
Tujuan
kebijakan publik penjaminan LPS tersebut adalah untuk melindungi simpanan
nasabah kecil karena berdasarkan data distribusi simpanan per 31 Desember2006, rekening bersaldo
sama atau kurang dari Rp 100 juta mencakup lebih dari 98% rekening simpanan.
Sejak terjadi
krisis global pada tahun 2008, Pemerintah kemudian mengeluarkan Perpu No. 3
Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang
Lembaga Penjamin Simpanan yang mengubah nilai simpanan yang dijamin oleh LPS
menjadi Rp2.000.000.000 (dua milyar rupiah). Perpu ini dapat disesuaikan
kembali, apabila krisis global meluas atau mereda.
LPS juga turut
aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannnya
Tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
1.
Merumuskan
dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
2.
Melaksanakan
penjaminan simpanan.
3.
Merumuskan
dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem
perbankan.
4.
Merumuskan,
menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang tidak
berdampak sistemik.
5.
Melaksanakan
penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.
Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
1.
Menetapkan
dan memungut premi penjaminan.
2.
Menetapkan
dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta.
3.
Melakukan
pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
4.
Mendapatkan
data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan
hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.
5.
Melakukan
rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut pada angka 4.
6.
Menetapkan
syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
7.
Menunjuk,
menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan
dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.
8.
Melakukan
penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan.
9.
Menjatuhkan
sanksi administratif.
C. Tujuan Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan
Krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia pada tahun 1998
ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank yang
mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan.
Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan
diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk
simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan
Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban
Pembayaran Bank Umum" dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang
"Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat".
Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan
kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup
penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik
dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan
agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga
stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya
tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas.
Dibentuknya Lembaga Penjamin Simpanan bertujuan untuk menumbuhkan kembali
rasa aman masyarakat untuk bertransaksi dengan bank dalam hal simpanan sehingga
muncul kembali rasa kepercayaan mereka terhadap bank.
D. Syarat Penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan
Selain memenuhi
besaran nilai simpanan yang dijamin, nasabah juga perlu memenuhi syarat-syarat
berikut:
1. Simpanan nasabah tercatat dalam pembukuan bank;
2. Nasabah tidak memperoleh bunga simpanan yang melebihi tingkat bunga wajar
yang ditetapkan oleh LPS/nasabah tidak menerima imbalan yang tidak wajar dari
bank; dan
3. Nasabah tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, misalnya memiliki
kredit macet di bank tersebut
Peserta
Penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan
Sesuai Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1999 tentang Perbankan,
setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang
bersangkutan. Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank tersebut dibentuk
LPS.
Dalam Pasal 12 UU LPS ketentuan tersebut dipertegas dengan menyebutkan bahwa setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS. Jenis bank tersebut meliputi bank umum dan BPR, termasuk bank nasional, bank campuran, dan bank asing, serta bank konvensional dan bank syariah.
Dalam Pasal 12 UU LPS ketentuan tersebut dipertegas dengan menyebutkan bahwa setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS. Jenis bank tersebut meliputi bank umum dan BPR, termasuk bank nasional, bank campuran, dan bank asing, serta bank konvensional dan bank syariah.
E. Peranan Nyata Lembaga Penjamin Simpanan
Pada sub bab ini, kami mengambil satu contoh nyata dari peranan LPS
akhir-akhir ini yaitu pada kasus bank century.
Setelah pailitnya century, LPS membertikan aliran dana
kepada Cetury. Aliran Dana Lembaga Penjamin Simpanan pada Bank Century atau
secara teknis disebut sebagaipenyertaan modal sementara (PMS) yang
dikucurkan dalam kurun waktu delapan bulan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mencapai sejumlah Rp 6,7 triliun
adalah salah satu tata cara penanganan terhadap bank gagal yang
dilakukan oleh Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan, Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) dalam hal ini termasuk bank
gagal dalam dampak sistemik, untuk saat sekarang Lembaga Pengawas
Perbankan (LPP) masih berada dalam naungan lingkup kerja pada Bank Indonesia (BI). Kemudian dalam
perkembangan selanjutnya Bank Century diubah nama menjadi Bank Mutiara
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
sebagai pelaksana penjaminan pembayaran bagi dana masyarakat berkaitan dengan
produk-produk jasa perbankan tetapi dalam pengucuran dana pada Bank Century
akhirnya justru menimbulkan polemik politik dibandingkan dengan penegakan hukum
bahkan pada tanggal 30 November2009 dalam sebuah jumpa pers di Jakarta, Mustar Bona Ventura dan Ferdi Simaun, aktivis Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) menyebutkan sejumlah nama yang
dikatakan ikut menerima sejumlah aliran dana dari pengucuran dana Lembaga
Penjamin Simpanan pada Bank Century dan dengan tanpa menyebutkan sumber data
hanya dikatakannya sebagai data-data yang diumumkan berdasarkan dari jaringan
aktivis Jakarta, Bandung, Cianjur dan Bogor, keesokan harinya sejumlah nama
yang disebutkan melakukan pelaporan pada Polda Metro Jaya terhadap apa yang
dikatakan sebagai berita fitnah dan pencemaran nama baik. Presiden SBY ikut
menyatakan bahwa tidak pernah ada temuan itu dan silakan cek dari kebenaran
berita itu, berita itu merupakan fitnah luar biasa dan perlu diselesaikan
supaya keadilan ditegakkan dan masih menurut presiden, masyarakat berhak
mendapatkan informasi yang terbuka dan sebenar-benarnya soal kasus Bank
Century. Presiden mendukung proses supaya persoalan yang mendapat perhatian
luas publik itu terbuka secara terang dan jelas, saya prihatin dengan berita
yang beredar yang tidak berlandaskan kebenaran. saya nilai berita itu fitnah.
berita itu sudah keterlaluan.
Kehebohan politik berujung pada
tanggal 1 Desember2009 dalam Sidang Paripurna Pengesahan Panitia Hak
Angket Bank Century terhadap usulan penggunaan Hak Angket DPR yang diusulkan oleh 503
Anggota DPR tersebut disahkan dan disetujuinya penggunaan hak angket untuk
mengungkap skandal Bank Century dengan didukung oleh seluruh fraksi
yang berada di DPR yakni 9 Fraksi. dengan fokus penyelidikan angket
1.
Mengetahui
sejauh mana pemerintah melaksanakan peraturan perundangan yang berlaku, terkait
keputusannya untuk mencairkan dana talangan (bail out) Rp 6,76 triliun untuk
Bank Century. Adakah indikasi pelanggaran peraturan perundangan, baik yang
bersifat pidana maupun perdata.
2.
Mengurai
secara transparan komplikasi yang menyertai kasus pencairan dana talangan Bank
Century. Termasuk mengapa bisa terjadi perubahan Peraturan Bank Indonesia
secara mendadak, keterlibatan Kabareskrim Mabes Polri ketika itu, Komjen Susno
Duadji, dalam pencairan dana nasabah Bank Century, dan kemungkinan terjadi
konspirasi antara para pemegang saham utama Bank Century dan otoritas perbankan
dan keuangan pemerintah.
3.
Menyelidiki
ke mana saja aliran dana talangan Bank Century, mengingat sebagian dana
talangan tersebut oleh direksi Bank Century justru ditanamkan dalam bentuk
Surat Utang Negara (SUN) dan dicairkan bagi nasabah besar (Budi Sampoerna).
Sementara kepentingan nasabah kecil justru terabaikan. Adakah faktor
kesengajaan melakukan pembobolan uang negara demi kepentingan tertentu,
misalnya politik, melalui skenario bail out bagi Bank Century.
4.
Menyelidiki
mengapa bisa terjadi pembengkakan dana talangan menjadi Rp 6,76 triliun bagi
Bank Century? Sementara Bank Century hanyalah sebuah bank swasta kecil yang
sejak awal bermasalah, bahkan saat menerima bail out, bank ini dalam status
pengawasan khusus. Rasionalkah alasan pemerintah bahwa Bank Century patut
diselamatkan karena mempunyai dampak sistemik bagi perbankan nasional secara
keseluruhan.
5.
Mengetahui
seberapa besar kerugian negara yang ditimbulkan oleh kasus bail out Bank
Century dan sejumlah kemungkinan penyelamatan uang negara bisa dilakukan. Sebab
lain penegakan hukum, di tengah berbagai kesulitan hidup yang dialami
masyarakat kebanyakan, aspek penyelamatan uang negara ini sangat penting untuk
dijadikan perioritas demi memenuhi rasa keadilan rakyat. Selanjutnya, uang
negara yang dapat diselamatkan bisa digunakan untuk kepentingan meningkatkan
kesejahteraan rakyat pada umumnya.
Hasil penggunaan hak konstitusional Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) yang seharusnya menghasilkan
secara tegas dengan menyatakan dalam sebuah pendapat keadaan hasil
pernyelidikan parlemen tidak pula membuahkan kejelasan hasil pengungkapkan
bukti-bukti atau temuan-temuan yang didapat dalam persidangan-persidangan
dengan menyatakan pendapat konstitusional sebagai terbukti atau tidak
terbukti ini tidak terjadi malahan memberikan rekomendasi kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian dan kejaksaan agar menindak lanjuti laporan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) yang sebenarnya merupakan bidang
kerja dari Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN DPR) dan kemudian
oleh presiden dalam dalam pidatonya mengatakan sebagai praktik- praktik buruk
yang penuh prasangka jahat demikian. Kehidupan bermasyarakat dan berbangsa
memerlukan pertalian sosial yang merupakan modal untuk kerja bersama di segala
bidang. Modal sosial itu kuat apabila kita membangun sikap saling percaya
mempercayai dan sikap saling hormat menghormati. Modal sosial itu melemah
apabila kita hidup dengan dasar saling mencurigai, apalagi saling memfitnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar